Titan Livescore
banner
Fans category
201

Wed, 04 Jul5 Min

Image Credit: None
Tag

Jerman Kandang Kedua Suporter Turki

2500 fans hadir di hari pertama latihan Timnas Turki menjelang pertandingan pertama penyisihan grup F Euro 2024 melawan Georgia. Nyanyian fans dan ratusan bendera menghiasi sisi lapangan latihan di Barsinghausen, Lower Saxony, Jerman. 


Keriuhan suporter di tempat latihan berpindah ke tribun selatan Signal Iduna Park, Dortmund menjadi warna merah. Sahut-menyahut chant dengan suporter Timnas Georgia yang menimbulkan “sedikit gesekan”. 


Suporter Timnas Turki tak hanya membanjir di tempat latihan dan stadion tempat dimana anak asuhan Vincenzo Montella berlaga. Di jalan-jalan kota penyelenggara Euro 2024, pria dan perempuan mengenakan baju dan syal Timnas Turki bertebaran. Jerman seperti rumah nyaman bagi suporter Timnas Turki. 


The Guardian ngobrol dengan Karani, salah satu suporter Timnas Turki.  Baginya, gelaran Euro 2024 di Jerman memiliki nuansa turnamen seperti di Turki alias kandang tersendiri. 


“Bahwa Turki lolos dan tim nasional sekarang berada di sini adalah perasaan yang sangat menyenangkan bagi saya dan banyak orang asal Turki lainnya (yang tinggal di Jerman,” katanya,


Mengapa suporter Timnas Turki membludak di gelaran Euro 2024 ?


Pada tahun 2015, sensus mikro mengungkapkan terdapat sekitar 2,9 juta penduduk Jerman yang memiliki paspor Turki atau keturunan Turki. Angka ini menjadikan warga Turki di Jerman sebagai populasi etnis terbesar di luar tanah airnya. 


Mereka tersebar di seluruh penjuru negeri, namun jantung kebudayaan mereka berdetak kencang di kota-kota megah seperti Berlin, Cologne, dan Hamburg. Di tiga  kota tersebut, tradisi dan kebudayaan Turki berpadu harmonis dengan kehidupan Jerman. 


Bahasa Turki menjadi bahasa kedua yang paling banyak digunakan di Jerman. Bahasa ini bukan sekadar alat komunikasi, melainkan jembatan yang menghubungkan generasi, menjaga identitas, dan memperkaya keberagaman linguistik negeri ini.


Kedatangan orang-orang Turki ke Jerman jauh sebelum Julian Nagelsman dilahirkan untuk melatih Der Panzer


Program Gastarbeiter


Pada pertengahan abad ke-20, tepatnya pada tahun 1961, hubungan antara Jerman dan Turki kembali erat terjalin. Pada masa itu, Jerman Barat sedang menikmati masa keemasan Wirtschaftswunder atau "Keajaiban Ekonomi". Ada gula tak ada semut, Jerman Barat kekurangan sumber daya manusia untuk menggerakkan roda perekonomiannya, terutama karena mereka tidak bisa merekrut tenaga kerja dari Jerman Timur.


Sebagai solusinya, Jerman Barat menjalin kerja sama dengan pemerintah Turki melalui program Gastarbeiter (Pekerja Tamu atau Pekerja Asing). Ribuan pekerja dari Turki diundang untuk bekerja di Jerman, membantu pemenuhan kebutuhan tenaga kerja.


Walaupun Jerman bukan satu-satunya tujuan para pekerja Turki—negara-negara seperti Belgia, Belanda, dan bahkan Australia juga menjadi destinasi mereka—Jerman tetap menjadi pilihan utama. Selain karena kedekatan geografis, kebutuhan tenaga kerja di Jerman jauh lebih besar dibandingkan negara-negara lainnya.


Program ini tidak hanya membantu Jerman dalam menghadapi kekurangan tenaga kerja, tetapi juga mempererat hubungan antara kedua negara dan membentuk komunitas Turki yang signifikan di Jerman, yang terus berkembang hingga hari ini.


Dampaknya banyak orang Turki menjadi pekerja di kawasan industri, pelabuhan hingga area tambang. Wilayah-wilayah seperti seperti North Rhine-Westphalia area pertambangan, Hamburg area pelabuhan, serta Munchen yang merupakan kawasan industri.

Selain ketiga wilayah tersebut, terdapat Cologne adalah salah satu pusat kehidupan komunitas Turki di Jerman. Di tepi Ehrenfeld, sebuah pinggiran kota di sebelah utara pusat kota, berdiri megah masjid terbesar di negara ini. 

Cologne Central Mosque. Masjid dibangun atas kerjasama pemerintah Jerman dan Turki.  Desain dua menara menjulang di kedua sisinya dan sebuah kubah yang telah direkonstruksi, menjadi simbol keberadaan dan kebanggaan komunitas Turki. Di bawah kubah ini, tersembunyi sebuah 'bazaar' yang mencerminkan deretan toko rumit yang sering ditemui di Turki. Meskipun tidak semeriah Grand Bazaar di Istanbul, keberadaan bazaar ini berhasil membawa nuansa otentik Turki ke tanah Jerman.


Kawin Silang Die Mannschaft dan Ay-Yıldızlılar

Pekerja-pekerja Turki dianggap warga kelas kedua oleh warga Jerman. Salah satu kesaksian politisi keturunan Turki-Jerman, Ismail Tipi bercerita kepada reporter Der Spiegel terkait jalan liku mendapatkan pengakuan setara dari warga Jerman. 


Orang tua Tipi pindah dari asrama Siemens sejak dini agar mereka bisa tinggal di antara orang Jerman di pinggiran kota Regensburg. Saat Ismail ke Jerman pada tahun 1972, ayahnya segera mendaftarkannya di klub sepak bola setempat


“Ayah saya berharap berharap dapat belajar bahasa tersebut secepat mungkin dengan bermain sepak bola bersama anak-anak tetangga,” ungkapnya.  


“Ayah saya sering berkata: Di mana pun kamu mencari nafkah, di situlah rumahmu,” kenang Tipi. 


Bagi Tipi, Jerman adalah rumah dan ia menikmati keuntungan besar dibandingkan anak-anak Turki seusianya. Langkau orang tua Tipi berdampak pada kemampuannya berkomunikasi dengan orang Jerman dan imigran dari negara lain. 


Lambat laun Jerman menjadi “rumah” bagi orang Turki menular ke generasi setelah Tipi. Salah satunya, ada  dua keturunan Turki di Timnas Jerman generasi M, Mesut Ozil dan Serdar Saci. 


“Saya datang ke Jerman pada tahun 1973 dan generasi saya termasuk Erhan Onal di Bayern Munich, Ilyas Tüfekci di Schalke dan Erdal Keser di Borussia Dortmund.”


Persilangan dinamis antara skuad sepak bola Jerman dan Turki. İlkay Gündoğan dan Emre Can, dua pemain berbakat yang lahir di Jerman namun berdarah Turki, berdiri sebagai pilar kuat dalam tim Jerman. 


Sementara itu, di kubu Ay-Yıldızlılar, kapten Hakan Calhanoglu bersama dengan Cenk Tosun, Salih Ozcan, Kenan Yildiz, dan Kaan Ayhan, semuanya memiliki satu kesamaan: mereka lahir di tanah Jerman namun bermain untuk Timnas Turki.


Persilangan ini tidak hanya memperlihatkan bakat luar biasa yang lahir dari komunitas Turki di Jerman, tetapi juga menggambarkan bagaimana sepak bola menjadi medium yang menyatukan perbedaan budaya dan kebangsaan. 


Gelaran Euro 2024 tidak hanya menjadi ajang unjuk gigi pemain-pemain dan pesta suporter Timnas Turki di “rumah kedua”. Keriuhan suporter berwarna merah berlambang bulan sabit bintang masih akan terdengar di Olympiastadion Berlin saat melawan Timnas Belanda di babak 8 besar Euro 2024. 


Bahan tulisan : DW, New York Times, The Guardian, New York Times, Manchester Times, BBC, The Spec, DetikKumparan, Der Spiegel

0 Comment

no-data-iconNo CommentaryAdd to be the first commentator!
Titan Livescore

© 2024 Titan Livescore |
All Rights Reserved

Titan Livescore is a one stop football entertainment site that carries the concept of footballtainment where the world of football activities will be wrapped in a touch of the world of entertainment which will pamper football fans with various excitements starting from enjoying live scores, match statistics, fun score guessing game contests, football news up-to-date and other content from the world of football that is a shame to miss.